Berita

  • Home
  • Berita Detail

Lansia

  • Inst. Promkes
  • 12/02/2024

Lansia

Narasumber : Nyimas Sri Wahyuni, S.Kep, Ners, M.Kep, Sp.Kep.A ( RSMH Palembang)

Jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dan cenderung menjadi masalah kesehatan dan sosial yang perlu mendapat perhatian. Menurut WHO,  populasi lansia  di seluruh dunia saat ini berjumlah sekitar 600 juta orang dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat  dua kali lipat pada tahun 2025 (http: //www.who.int/ageing/ primary_health_care/en /index.html) . Di india, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) merupakan yang terbesar keempat di dunia, begitu juga dengan jumlah penduduk secara umum, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2000 (17,2 juta) meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 1970 (5,3 juta).  Kemudian pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat menjadi 18,96 juta orang dan meningkat sebesar 14,1% menjadi 20,54 juta orang pada tahun 2009 (Menegpp, 2009).

 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998  tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lanjut usia adalah orang yang berusia di atas 60 tahun.  Banyak orang percaya bahwa orang lanjut usia  tidak hanya harus memperhatikan usianya, tetapi juga fungsinya. Undang-undang Nomor Pasal 4 Tahun 1965 Bagian 1 mengatur bahwa seseorang dapat dianggap pikun atau tua apabila ia telah mencapai umur 55 tahun, pensiun, menganggur atau tidak mempunyai pekerjaan, dan mampu mencari nafkah seumur hidup, jalani keseharianmu, membutuhkan dan menerima dukungan dari orang lain.

 

Di AS, pensiunan juga  dianggap lanjut usia. Menurut Papalia, Olds dan Feldman (2009), seseorang dapat dianggap sebagai warga negara senior jika ia telah berusia 65 tahun, sedangkan di AS usia 65 tahun  adalah usia pensiun. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun atau telah mencapai usia pensiun, dimana usia pensiun di Indonesia saat ini adalah  55 tahun. Dari data diatas dapat diketahui bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk lanjut usia di dunia khususnya di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan  menjadi kelompok umur  yang cukup besar di Indonesia. Oleh karena itu, pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia patut menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat.

            Di Indonesia, masih sedikit sekali lansia yang mampu menjalani hari tuanya  dengan  layak. Sebagian besar penduduk lanjut usia masih hidup di bawah garis kemiskinan, meskipun secara hukum hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999  yang menyatakan bahwa setiap orang lanjut usia, penyandang cacat fisik, atau setiap orang yang menderita penyakit jiwa mempunyai hak untuk hidup di bawah garis kemiskinan, untuk dirawat, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupan yang layak  sesuai dengan martabat manusia, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

 Kondisi kehidupan lansia yang buruk ini pada akhirnya akan berdampak pada lansia itu sendiri secara fisik dan psikologis. Seperti  diketahui, bertambahnya usia lanjut usia pasti menyebabkan penurunan fungsi di berbagai bidang, termasuk penurunan  mobilitas, penglihatan, kognisi, dan jaringan sosial (Schuurmans, 2004). Tentu saja hal ini  akan menimbulkan permasalahan baru bagi para lansia yang  sudah mengalami penurunan dalam berbagai hal. Salah satu masalah paling umum yang  dihadapi orang lanjut usia adalah kecemasan.

            Gangguan kecemasan  cukup umum terjadi dan sering terjadi pada orang dewasa lanjut usia  (Byrne, G. J. A. (2015). Menurut Chenjing, S. (2017), prevalensi gangguan kecemasan pada lansia berkisar antara 3,2% hingga 14,2%. Gangguan kecemasan seringkali mencakup beberapa kondisi, khususnya gangguan panik tanpa agorafobia, gangguan panik dengan agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, Kecemasan spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma (PTSD), akut, umum gangguan stres. Gangguan kecemasan (GAD), kecemasan kesehatan umum, gangguan kecemasan akibat zat, dan gangguan kecemasan yang tidak disebutkan secara spesifik (D’Zurilla, 2010).

 

Sumber gambar: https://png.pngtree.com

 

Referensi:

Byrne, G. J. A. (2015). What happens to anxiety disorder in later life?: Que ocorre com os transtornos da ansiedade na terceire ideda?. Vol 24. No 1.74-80. Departement of Psychiatry University of Queensland.

 

Chenjing, S. (2017). Comunication anxiety, unwillingness to comunicate, impression on management and self disclosure on the internet. Faculty of jurnalism and communication . Hongkong: Chinese University of Hongkong.

 

Diagnostic and statistical manual of mental disorder. (2015). 4th Ed Text revision.

Washington DC: Published by American Psychiatric Association.

 

D’Zurilla, T. J. (2010). Problem-solving training for effective stress management and prevention. Journal of Cognitive Psychotherapy: An Intervention Quarterly, 4 (4), 327-354.

 

DOC, PROMKES RSMH